Dirugikan adanya e-RDKK dan Kartu Tani, Lidah Tani audiensi ke Dinas Pertanian Blora

Foto: Gatot Aribowo

Thoha, Ketua Lidah Tani didampingi dari departemen advokasinya, Lukito saat menyampaikan persoalan petani anggota ke pejabat Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Blora, Rabu (22/4/2020).

Rabu, 22 April 2020 14:01 WIB

BLORA (wartaTANI)—Turunnya jumlah subsidi pupuk yang diberikan Pemerintahan Presiden Joko Widodo tahun ini, ditambah kebijakan adanya sistem elektronik untuk pencatatan Rencana Dasar Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) dan rumitnya pengurusan Kartu Tani menjadi faktor yang merugikan petani-petani yang tergabung dalam Lidah Tani, organisasi massa petani yang berpusat di Blora Selatan. Organisasi massa petani yang di tingkat desa membentuk ranting sebagai kelompok tani agar diakui pemerintah ini dirugikan saat hendak mengakses pengadaan pupuk bersubsidi untuk anggota petaninya. Mereka kesulitan untuk pengadaan pupuk melalui usaha dagang bentukan organisasi yang turut mendistribusikan pupuk bersubsidi ke anggota petani binaan.

"Padahal organisasi kami juga resmi, yang pengorganisasiannya tergolong lebih modern ketimbang organisasi-organisasi kelompok tani," kata Lukito dari Departemen Advokasi Lidah Tani saat bertemu dengan pejabat eselon 3 dan 4 di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Blora, Rabu (22/4/2020).

Lukito bersama Thoha, Ketua Lidah Tani, didampingi salah satu pengurus menemui pejabat-pejabat tersebut untuk menggelar audiensi dengan dinas teknis terkait dengan pendistribusian pupuk. Ditemui Kepala Bidang Tanaman Pangan, Lilik Setyawan, bersama Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Wahyu Yuwono, Lukito mengutarakan adanya pengurangan jumlah anggota petani yang dicatat oleh penyuluh setempat.

"Seperti di Kecamatan Randublatung, anggota petani kami yang tercatat ada 739 orang, oleh penyuluh pertanian yang bertugas mendata e-RDKK dicatat hanya 168 saja. Padahal pendataan RDKK ini sangat penting untuk usaha dagang kami yang ikut Jadi pengecer pupuk dengan wilayah pendistribusian ke anggota petani di Lidah Tani," jelas Lukito.

Dengan tidak tercatatnya dalam e-RDKK, petani anggota Lidah Tani akhirnya memperoleh pupuk dari pengecer lain yang harganya di atas harga eceran yang diberlakukan usaha dagang milik organisasi.

"Di organisasi Lidah Tani, usaha dagang yang menjalankan usaha mendistribusikan pupuk merupakan bentukan anggota yang modal usahanya dari iuran anggota. Harga eceran yang usaha dagang berikan ke petani anggota, harganya lebih relatif murah dibanding harga eceran yang dijalankan oleh swasta yang orientasinya adalah mengambil keuntungan dari anggota kelompok-kelompok tani yang dilayani. Sementara orientasi kami adalah untuk kesejahteraan anggota. Jadi jika pemerintah tidak memperhatikan petani anggota kami itu sama saja pemerintah lari dari tanggung jawabnya untuk mensejahterakan petani," tandas Lukito sembari menambahkan jika masih adanya pungutan-pungutan ke usaha dagang yang dilakukan distributor membuat petani-petani yang tergabung dalam organisasi tersebut dirugikan.

Selain adanya pengurangan anggota dalam pencatatan di e-RDKK, Lidah Tani juga dirugikan saat hendak mencatat adanya penambahan anggota petani baru yang ingin masuk dalam organisasi massa petani tersebut. Ruwetnya mengurus Kartu Tani dengan segala persyaratannya yang tidak sesuai dengan semangat organisasi membuat akses ke pupuk subsidi oleh petani anggota baru mengalami kesulitan.

"Ini kami alami di Kecamatan Kradenan. Organisasi kami yang meluas hingga ke kecamatan tersebut membuat banyak petani yang ingin bergabung dalam organisasi ini. Sayangnya, fasilitas layanan dari pemerintah untuk kami akses masih terkendala dengan syarat-syarat untuk terbitnya Kartu Tani," terang Lukito.

Dengan adanya persoalan-persoalan tersebut, Lukito menuntut Pemerintah Kabupaten Blora untuk turut menyelesaikannya. "Yang kami minta adalah cabut peraturan e-RDKK dan Kartu Tani yang mempersulit kaum tani untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Lalu benahi data RDKK kelompok tani di Blora, termasuk RDKK Lidah Tani. Selanjutnya hapus segala bentuk pungutan liar dalam urusan pupuk bersubsidi, dan berikan hak organisasi tani untuk mengakses pupuk bersubsidi di lahan hutan negara. Juga yang tak kalah pentingnya, Pemkab Blora harus memastikan penjualan pupuk HET di seluruh daerah di Kabupaten Blora," urainya.

Sementara Kepala Bidang Tanaman Pangan di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Blora, Lilik Setyawan menyatakan jika persoalan yang dihadapi Lidah Tani akan lebih pas jika diutarakan di Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) Kabupaten Blora.

"Jadi di dinas kami sendiri hanya fokus pada RDKK. Untuk urusan pendistribusian tidak ada di kami. Jadi memang lebih pasnya di KP3 yang diketuai Pak Sekda," jelas Lilik yang merujuk Sekretaris Daerah Kabupaten Blora Komang Gede Irawadi sebagai Ketua KP3 Kabupaten Blora.

Di KP3, ada Ketua I dan Ketua II. Untuk Ketua I dipegang Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan yang di dalamnya mengurusi pencatatan RDKK. Sementara Ketua II dipegang Kepala Dinas Perdagangan, UMKM dan Koperasi yang menangani distributor dan pengecer.

"Namun yang pasti kami akan komitmen untuk membantu menyelesaikan persoalan ini, karena memang ini sudah menjadi tugas kami," ujar Lilik. ***